Blogger Widgets

Rabu, 25 Juni 2014

Ini Bukan Urusan Maksiat, Tapi Urusan Perut



Surabaya (26/6) - Suasana ramai masih terlihat di kawasan Dolly, Surabaya. Meskipun Tri Rismaharini selaku wali kota Surabaya sudah mengumumkan penutupan pada 18 Juni lalu namun, tidak menutup kemungkinan bahwa wisma-wisma yang ada di Dolly juga tutup. Nyatanya mereka masih bersikeras melindungi dan tetap menolak penutupan tersebut.  
 
Hari Selasa lalu diadakan aksi teatrikal yang didukung oleh Mbah Gimbal, salah satu pesulap misteri. Mbah Gimbal melakukan adegan dengan cara dipukuli oleh Cak Gendut sebagai simbol para PSK (Pekerja Seks Komersial) yang tertindas. Lalu datang  5 orang yang ikut berperan dengan dikalungkan tulisan pemerintah, pemilik modal, Risma, aparat penegak hukum, dan partai politik. Atraksi  yang dilakukan mbah gimbal  dengan cara di rantai dan ditutupi kain kafan, lalu risma dan lainnya menaburi bunga. Ini perumpaan bahwa rantai merupakan wujud dari pengekangan dan Risma membiarkan serta menyetujui pengekangan tersebut.  Lalu tidak lama mbah gimbal bisa keluar dari kain kafan dan melepas rantai yang diikatkan ketubuhnya. Ini berarti bahwa warga dolly masih bisa terbebas dari kekangan para orang yang berkuasa tersebut. Dalam atraksi itu Mbah Gimbal juga menyampaikan aspirasinya yang ikut mendukung Dolly. “Surabaya yang terkenal bukanlah Bungkul, tapi Dolly,” ujarnya diikuti dengan sorakan penonton. Selain itu iya juga mengumpakan seperti botol yang berisi air jika dipukul dengan palu maka akan pecah dan airnya meluber kemana-kemana. Itulah yang dialami jika Dolly ditutup, bukannya PSK akan berhenti tapi malah mencari jalan keluar lain.

Jika dilihat mungkin prostitusi di kawasan Dolly ini sangat bertolak belakang dengan etika. Namun ternyata banyak warga yang tidak setuju dengan penutupan Dolly ini. Masyarakat Dolly mati-matian membela agar Dolly tidak ditutup, Dolly yang berdiri sejak tahun 1965, terkenal di Surabaya namun juga terbesar di Asia, itulah alasan mengapa Dolly tidak boleh ditutup karena Dolly itu berdiri sendiri.  “Saya tidak setuju kalo Dolly ditutup, ini namanya pemangkasan, bahkan sosialisasi yang diberikan juga tidak dimaksimalkan bagaimana bisa orang mahir menjahit jika hanya diberi pelatihan sebentar dan tidak rutin,”  kata Bu Anik selaku warga Dolly setempat. Bu Anik  juga mengatakan seharusnya jika memang ingin menghapus prostitusi di Dolly, mereka hanya menutup masuknya PSK baru di Dolly, sehingga PSK yang sekarang dibiarkan karena akan bertambah tua. Lambat laun mereka akan hilang dengan sendirinya. 

“Saya sudah terbiasa bekerja seperti ini, sampai kapanpun saya tidak mau berhenti, saya punya keluarga yang saya hidupi, kalau saya berhenti, siapa yang menghidupi mereka,” ujar Rini salah satu PSK yang bekerja di lokalisasi Dolly. Tidak berdampak pada pekerjanya  saja, namun pedagang sekitar juga mengalami kerugian semenjak sebagian wisma di Dolly tutup, contohnya saja Imam yang merupakan penjual nasi bungkus, biasanya ia menerima pesanan dari beberapa wisma di lokalisasi, namun karena sebagian tutup maka ia juga harus menerima sedikit pesanan saja.

 “Sebenarnya Risma mengancam akan menutup Dolly sudah dari tahun kemarin, sampai saat ini diberitakan di media bahwa Dolly sudah tutup, nyatanya sampai sekarang pun Dolly masih buka,bahkan tidak pernah ada sosialisasi dari pemerintah“ kata Pokemon yang merupakan ketua komunitas FPL (Front Pekerja Lokalisasi). Komunitas ini ingin membuktikan bahwa semua yang dibicarakan media adalah bohong karena media tersebut sudah dibayar oleh pemerintah. (knv)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar