Surabaya (26/6) - Suasana ramai masih terlihat di kawasan Dolly, Surabaya. Meskipun Tri
Rismaharini selaku wali kota Surabaya sudah mengumumkan penutupan pada 18 Juni
lalu namun, tidak menutup kemungkinan bahwa wisma-wisma yang ada di Dolly juga
tutup. Nyatanya mereka masih bersikeras melindungi dan tetap menolak penutupan
tersebut.
Hari Selasa lalu diadakan aksi teatrikal yang didukung oleh Mbah Gimbal,
salah satu pesulap misteri. Mbah Gimbal melakukan adegan dengan cara dipukuli
oleh Cak Gendut sebagai simbol para PSK (Pekerja Seks Komersial) yang
tertindas. Lalu datang 5 orang yang ikut
berperan dengan dikalungkan tulisan pemerintah, pemilik modal, Risma, aparat
penegak hukum, dan partai politik. Atraksi
yang dilakukan mbah gimbal dengan
cara di rantai dan ditutupi kain kafan, lalu risma dan lainnya menaburi bunga.
Ini perumpaan bahwa rantai merupakan wujud dari pengekangan dan Risma
membiarkan serta menyetujui pengekangan tersebut. Lalu tidak lama mbah gimbal bisa keluar dari
kain kafan dan melepas rantai yang diikatkan ketubuhnya. Ini berarti bahwa
warga dolly masih bisa terbebas dari kekangan para orang yang berkuasa tersebut.
Dalam atraksi itu Mbah Gimbal juga menyampaikan aspirasinya yang ikut mendukung
Dolly. “Surabaya yang terkenal bukanlah Bungkul, tapi Dolly,” ujarnya diikuti
dengan sorakan penonton. Selain itu iya juga mengumpakan seperti botol yang
berisi air jika dipukul dengan palu maka akan pecah dan airnya meluber
kemana-kemana. Itulah yang dialami jika Dolly ditutup, bukannya PSK akan
berhenti tapi malah mencari jalan keluar lain.
Jika dilihat mungkin prostitusi di kawasan Dolly ini sangat bertolak
belakang dengan etika. Namun ternyata banyak warga yang tidak setuju dengan
penutupan Dolly ini. Masyarakat Dolly mati-matian membela agar Dolly tidak
ditutup, Dolly yang berdiri sejak tahun 1965, terkenal di Surabaya namun juga
terbesar di Asia, itulah alasan mengapa Dolly tidak boleh ditutup karena Dolly
itu berdiri sendiri. “Saya tidak setuju
kalo Dolly ditutup, ini namanya pemangkasan, bahkan sosialisasi yang diberikan
juga tidak dimaksimalkan bagaimana bisa orang mahir menjahit jika hanya diberi
pelatihan sebentar dan tidak rutin,”
kata Bu Anik selaku warga Dolly setempat. Bu Anik juga mengatakan seharusnya jika memang ingin
menghapus prostitusi di Dolly, mereka hanya menutup masuknya PSK baru di Dolly,
sehingga PSK yang sekarang dibiarkan karena akan bertambah tua. Lambat laun
mereka akan hilang dengan sendirinya.
“Saya sudah terbiasa bekerja seperti ini, sampai kapanpun saya tidak mau berhenti, saya punya keluarga yang saya hidupi, kalau saya berhenti, siapa yang menghidupi mereka,” ujar Rini salah satu PSK yang bekerja di lokalisasi Dolly. Tidak berdampak pada pekerjanya saja, namun pedagang sekitar juga mengalami kerugian semenjak sebagian wisma di Dolly tutup, contohnya saja Imam yang merupakan penjual nasi bungkus, biasanya ia menerima pesanan dari beberapa wisma di lokalisasi, namun karena sebagian tutup maka ia juga harus menerima sedikit pesanan saja.
“Saya sudah terbiasa bekerja seperti ini, sampai kapanpun saya tidak mau berhenti, saya punya keluarga yang saya hidupi, kalau saya berhenti, siapa yang menghidupi mereka,” ujar Rini salah satu PSK yang bekerja di lokalisasi Dolly. Tidak berdampak pada pekerjanya saja, namun pedagang sekitar juga mengalami kerugian semenjak sebagian wisma di Dolly tutup, contohnya saja Imam yang merupakan penjual nasi bungkus, biasanya ia menerima pesanan dari beberapa wisma di lokalisasi, namun karena sebagian tutup maka ia juga harus menerima sedikit pesanan saja.
“Sebenarnya Risma mengancam akan
menutup Dolly sudah dari tahun kemarin, sampai saat ini diberitakan di media
bahwa Dolly sudah tutup, nyatanya sampai sekarang pun Dolly masih buka,bahkan
tidak pernah ada sosialisasi dari pemerintah“ kata Pokemon yang merupakan ketua
komunitas FPL (Front Pekerja Lokalisasi). Komunitas ini ingin membuktikan bahwa
semua yang dibicarakan media adalah bohong karena media tersebut sudah dibayar
oleh pemerintah. (knv)